change Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 18 Januari 2012

PENGRTRIAN KREDIT

Berikut ini kami sediakan beberapa pengertian kredit atau definisi kredit menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan . Pengertian kredit yang pertama adalah cara menjual barang dengan pembayaran tidak secara tunai (pembayaran ditangguhkan dan diangsur).
Pengertian kredit yang kedua adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur.
Pengertian kredit yang ketiga menurut KBBI adalah penambahan saldo rekining, sisa utang, modal, dan pendataan bagi penabung. Dalam hal ini pengertian kredit berkaitan dengan pengertian debit. Sehingga sering kita temui dua kolom yang berbeda dalam sebuah buku tabungan. Yakni kolom debit dan kolom kredit. Jika kredit berarti kita menambahkan uang kita ke dalam tabungan, maka sebaliknya debit adalah pengurangan atau penarikan uang kita dari bank.
Pengertian kredit yang keempat (masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Dan yang kelima, pengertian kredit secara teknis adalah sisi kanan dalam neraca di Indonesia.
Lantas bagaimana pengertian kredit jika ditinjau dari segi sejarahnya? Beberapa literatur menyebutkan bahwa kredit berasal dari bahasa yunani “credere” atau “credo” yang berarti kepercayaan atau trust atau faith dalam bahasa inggris. Kegiatan perorangan atau badan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dengan cara meminjam selanjutnya disebut sebagai kredit. Dan seperti yang anda telah kira, dasar utama pemberian pinjaman ini adalah kepercayaan. Dari situlah mungkin kata kredit ini kemudian masuk dalam istilah keuangan dan perbankan masa kini.
Secara yuridis bahkan Undang-undang Perbankan no 7 tahun 1992 mendefinisikan secara lugas bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Berdasarkan definisi kredit dan pengertian kredit yang telah dijelaskan diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa transaksi kredit dapat terjadi atau timbul karena ada suatu pihak yang meminjam uang atau barang kepada pihak yang lainnya yang dapat menimbulkan tagihan bagi kreditur.  Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit adalah kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhakn dalam jangka waktu tertentu baik sebagian ataupun seluruhnya. Aktivitas kredit diatas secara teknis akan mendatangkan piutang bagi kreditur dan mendatangkan utang bagi debitur. Demikian pembahasan mengenai definisi kredit atau pengertian kredit.
Baca selengkapnya>>

Definisi/Pengertian Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiskal, Instrumen Serta Penjelasannya

A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Baca selengkapnya>>

ARTIKEL TENTANG INFLASI

1.      Definisi Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga umum untuk menaik secara umum dan terus menerus atau juga dapat dikatakan suatu gejala terus naiknya harga-harga barang dan berbagai faktor produksi umum,secara terus-menerus dalam periode tertentu.Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1.    Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2.    Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3.    Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
4.    Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan

1.1    Penggolongan Inflasi 
1. Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
§  Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
§  Inflasi Sedang (antara 10-30% setahun)
§  Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
§  Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasar Sebab musabab awal dari Inflasi
§  Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
§  Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi

3. Berdasar asal dari inflasi
§  Domestic Inflatuon, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
§  Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
1.2    Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).

1.3       Dampak Negatif Inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
         Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

2.      Keynesian Model
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap.
Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar.
Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gap menghilang).



3.      Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost )
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.

3.2    Sumber-sumber Inflasi di Indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
1.      Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah faktor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep  narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan.
Sejak tahun 1976 presentase uang kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil dari
pada presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga, mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasi dalam kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi.
Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980- 1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan, tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sektor keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement).
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde Lama  defisit anggaran belanja ini acapkali dibiayai dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era Orde Baru, defisit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang nampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.Inflasi di Indonesia dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang I, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi memobilisasi dana pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sektor swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan.
Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat diimbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan negara, atau dapat dikatakan telah terjadi defisit struktural dalam keuangan negara. Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 1970-an, pendapatan pemerintah di sektor migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin meningkat.
Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestik yang relatif lebih lambat, akibat kapasitas produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi realokasi sumberdaya dari masyarakat ke pemerintah., seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun 1982), menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestik yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar negeri yang sifatnya non komersial maupun komersial pun semakin meningkat. Akibatnya, tetap saja terjadi defisit anggaran belanja negara dan neraca pembayaran, salah satu sebabnya karena pemerintah tetap saja harus menyediakan infrastruktur dan suprastruktur pembangunan ekonomi yang kebutuhannya semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.

3.3    Pengendalian Inflasi di Indonesia
Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang, inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat  monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari  cosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation. Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sektor pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi. Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan  open market mechanism  atau reserve requirement.
Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika. Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum. Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya  interest rate-price spiral.
Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter).
Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak. Jika demikia halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum  moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang kaum  structuralist, yang lebih memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada. Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu :
1.      Meningkatkan Supply Bahan Pangan
Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.
2.      Mengurangi Defisit APBN
Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess demand. Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya terhadapInflasi di Indonesia pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative independent.
3            &nb sp;   Meningkatkan Cadangan Devisa
Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current account), terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga  net export harus semakin meningkat.
Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestik terhadap barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam negeri.
Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export.
Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.

Baca selengkapnya>>

PENGERTIAN INFLASI, (sebab, dan dampaknya)

dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mmekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Penyebab inflasi dapat di bagi menjadi:
1. Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2. Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3. Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
4. Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan

Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar)

Dampak Negatif Inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
         Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.


Baca selengkapnya>>

Entri Populer